TENGGARONG (KutaiRaya.com) - Dari 4 permukiman yang terdampak di dua RT Desa Bangun Rejo kecamatan Tenggarong Seberang, ada satu warga yang belum menemui kata sepakat soal nominal harga ganti rugi lahan dengan perusahaan. Untuk itu kami mengadukan permasalahan ini ke DPRD Kukar.
Hal ini diungkapkan Kades Bangun Rejo Suprapto kepada awak media, usai menghadiri RDP anggota Komisi III DPRD Kukar dengan pihak terkait membahas tentang dampak tambang PT. Kitadin yang telah memindahkan fasilitas umum yang mengakibatkan dampak sosial bagi masyarakat.
RDP yang berlangsung di ruang Banmus DPRD Kukar, Rabu (30/6/2021), dipimpin Ketua Komisi III Andi Faisal didampingi anggotanya Ahmad Yani, Sugeng Hariadi, Mitfaul Jannah dan Sabir, juga dihadiri Kades Bangun Rejo Suprapto, BPD Desa Bangun Rejo, masyarakat yang terdampak. Kemudian juga dihadiri Dinas PU, DLHK dan Distransnaker Kukar, serta dari Manajemen PT Kitadin.
"Karena belum menemui kata sepakat harga, saat ini masih di negosiasikan dengan pihak perusahaan, karena nominal harga yang diajukan masyarakat itu hukumnya private tergantung dari kesepakatan, tidak ada standar harga dan tidak ada acuan harga," ungkap Suprapto.
Ia mengaku, permasalahan sudah terjadi sejak 2018 hingga kini lantaran bertahap penyelesaiannya. Dan menurut informasi perusahaan ada membeli lahan warga dengan harga bisa dikatakan tinggi, namun mekanisme awalnya kurang tepat. Sehingga masyarakat yang lain menuntut harga pembebasan dengan jumlah harga tinggi juga.
"Terkait harga pembebasan lahan yang tinggi, warga juga tidak bisa disalahkan. Sebab mengacu pada contoh yang pernah ada, misalnya ada beberapa warga dengan harga sesuai. Tetapi dilain sisi harga ukuran 10×10 atau 10×20 meter mencapai Rp 500 juta atau Rp1 miliar," tuturnya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Kukar Ahmad Yani mengatakan, ganti rugi ini sudah menjadi keharusan bagi perusahaan, karena secara peraturan perundang-undangan bahwa perusahaan sudah melakukan aktivitas tambang dan ada dampak kepada masyarakat sekitar. Dan dampaknya sudah jelas bahwa ada problem yang dihadapi masyarakat, mereka merasa terganggu dan perbuatan dari perusahaan dianggap sudah melanggar tatanan sosial, sehingga harus dilakukan pembebasan.
"Karena memang tidak boleh ada aktivitas penambangan yang arealnya sangat dekat dengan pemukiman warga, jika hitungannya jaraknya hanya 28 meter itu memang sudah tidak wajar, sehingga harus dilakukan pembebasan lahan," tegasnya.
Politisi PDIP ini juga meminta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kukar dan OPD terkait juga turut menyikapi permasalahan ini. Menyampaikan bahwa ini salah satu pelanggaran berat dengan konsekuensi harus dihilangkan dampaknya.
Dan ketika RDP berlangsung lanjutnya, pihak perusahaan bersedia membebaskan lahan milik warga yang terdampak sebanyak 4 KK. Namun, belum ada kesepakatan angka pembebasan lantaran warga meminta nilai tinggi, misalnya ukuran 10×20 meter mencapai kisaran Rp1 miliar.
"Untuk itu kami memberikan waktu seminggu untuk bernegosiasi terkait nilai harga pembebasan lahan. Jika belum selesai juga, maka DPRD dan Pemkab Kukar akan mengintervensi dengan aturan yang diakui oleh negara," pungkasnya. (One/Adv)